Keracunan pada ternak sapi bisa disebabkan oleh berbagai zat atau senyawa kimia yang terkandung dalam pakan ternak maupun cemaran dari lingkungan. Tanda-tanda keracunan hanya akan muncul apabila jumlah racun yang tertelan mencapai kadar tertentu, sehingga kandungan senyawa beracun dalam pakan ternak tidak selalu mengakibatkan munculnya tanda-tanda keracunan.
Sudah menjadi kebiasaan para peternak sapi penggemukan untuk selalu mencari jenis-jenis pakan yang dapat mempercepat pertumbuhan daging. Berbagai usaha dilakukan untuk menambah nilai protein pakan dari mulai penambahan tepung ikan hingga mengolah berbagai jenis biji-bijian seperti biji bunga matahari, biji kapas dll. Sampai pada tahapan ini upaya peningkatan nilai protein pakan oleh para peternak masih dinilai wajar dan laporan kasus keracunan akibat penggunaan biji-bijian jarang sekali dilaporkan.
Seiring dengan naiknya harga pakan konsentrat, peternak berupaya mencari alternatif yang lain yakni dengan cara memberi makan ternak dengan "Kotoran Ayam", kotoran ayam yang dipakai umumnya adalah kotoran ayam pedaging dari usia 0 hingga 2 minggu. Asumsinya adalah pada fase ini banyak pakan konsentrat yang tidak tercerna dengan sempurna sehingga kandungan proteinnya masih tinggi, ditambah juga dengan pakan yang jatuh dan bercampur dengan kotoran. Hasil positif yang dirasakan peternak adalah adanya peningkatan berat badan yang lumayan sehingga sebagian peternak yang 'berduit' mencoba mengganti kotoran unggas dengan pakas unggas murni dengan harapan semakin cepat lagi pertambahan berat badan ternak.
Upaya penggunaan pakan unggas sebagai pakan ternak sapi ternyata tidak selalu berbuah positif, bahkan menjadi merugikan. Pakan unggas dibuat dari berbagai sumber protein baik protein hewani maupun nabati, dan umumnya ditambah dengan zat additif bukan makanan seperti anti biotik, nitrofuran dan senyawa arsenik(link). Penambahan zat additif telah terbukti tidak mempengaruhi kesehatan unggas bahkan dinilai positif karena dapat mencegah berkembang biaknya bakteri yang merugikan, namun akan lain ceritanya jika kemudian pakan unggas tersebut dijadikan pakan ternak sapi. Saat ini banyak sekali laporan kasus sapi mblenger akibat pemberian pakan unggas akibatnya sapi harus dipotong paksa dan pastinya dengan harga yang turun drastis jika dibanding dengan sapi dalam kondisi sehat.
Tanda keracunan pada sapi akibat pemberian pakan unggas adalah hipersalivasi, diare dan gangguan syaraf/lumpuh. Meskipun belum ada penelitian yang membuktikan bahwa penyebab keracunan pada ternak sapi yang diberi pakan unggas adalah kandungan arsenik dalam pakan unggas namun gejala yang muncul sangat bersesuaian dengan gejala keracunan akibat arsenik.
Mengingat resiko yang bisa ditimbulkan maka akan lebih baik dan lebih aman apabila peternak sapi tidak lagi mempergunakan pakan unggas sebagai pakan ternak sapi baik yang murni maupun yang bercampur dengan kotoran.
Saturday, 8 November 2014
Tuesday, 4 November 2014
Pemeriksaan Kebuntingan pada Sapi
Pemeriksaan kebuntingan pada sapi dapat dilakukan dengan cara palpasi per rektal. Palpasi atau perabaan dilakukan terhadap uterus, ovarium dan pembuluh darah melalui rectum atau saluran pembuangan.
Sebelum melakukan palpasi perlu dicari informasi terkait dengan sejarah perkawinan ternak yang bersangkutan, termasuk taggal melahirkan terakhir, tanggal dan jumlah perkawinan atau inseminasi buatan dan informasi setiap kondisi patologik dan penyakit yang pernah dialami. Catatan reproduksi yang lengkap dan akurat sangat bermanfaat untuk menentukan kebuntingan secara tepat dan cepat.
Pemeriksaan kebuntingan per rectal aman dilakukan setelah umur kebuntingan di atas 60 hari. Pada usia kebuntingan di atas 60 hari resiko kematian fetus akibat palpasi lebih kecil karena relative lebih kuat. Waktu yang lebih tepat untuk pemeriksaan kebuntingan adalah pada rentang 2 hingga 3 bulan kebuntingan, selain ada lebih banyak tanda kebuntingan juga relative lebih mudah.
Indikasi adanya kebuntingan melalui pemeriksaan per rectal menururt Mosez adalah :
1.Palpasi cornua uteri yang membesar berisi cairan plasenta dari hari ke 30 sampai hari ke 90. Umumnya pembesaran kornu terjadi pada kornu sebelah kanan.
2.Palpasi kantong amnion, dapat ditemukan pada umur kebuntingan 35 sampai 50 hari. Pemeriksaan harus dengan lembut dan hati hati.
3.Selip selaput fetal, allantochorion, pada penjepitan secara luwes terhadap uterus di antara ibu jari dan telunjuk pada kebuntingan 40 sampai 90 hari.
4.Perabaan dan pemantulan kembali fetus di dalam uterus yang membesar.
5.Palpasi placentoma
6.Palpasi arteria uterine mediana yang membesar, berdinding tipis dan berdesir.
Penjelasan :
Pembesaran koruna bunting dapat diukur dari diameter kornu, pada kebuntingan 60 sampai 90 hari diameter kornu ada pada kisaran 6 hingga 13 cm. Jumlah cairan fetal pada usia kebuntingan 90 hari antara 750 – 1400 ml, berat fetus antara 200 – 400 gram dan diameter placentom sekitar 1 – 1,5 cm.
Arteri uterine mediana terletakpada ligamentum latae yang dapat berpindah pindah pada jarak 10 sampai 15 cm (dapat digerakkan). Pemeriksaan jangan dikacaukan dengan arteri illiaca interna yang dipertautkan erat dengan badan ilium. Pada sapi dara fremitus dapt diraba pada kebuntingan paling cepat 60 -75 hari yakni dengan diameter antara 0,15 sampai 0,30 cm. Pada hewan yang lebih tua baru dapat diraba pada usia kebuntingan 90 hari dengan diameter arteri anta 0,30 hingga 0, 45 cm.
Subscribe to:
Posts (Atom)